Laman

Minggu, 21 April 2013

KETIKA AKU AKAN BELI KENDARAAN BARU

Wanita suka belanja. Tak terkecuali istri dan anak-anak saya. Saya pikir kenikmatannya bukan terletak pada barang yang dibeli, tapi mungkin pada sensasi yang ditimbulkan dalam proses belanja itu sendiri. Karenanya, dalam urusan beli-membeli atau belanja, saya selalu melibatkan istri dan anak-anak. Bahkan untuk hal yang sangat penting sekalipun. Merekalah sejatinya pengambil keputusan tertinggi dalam keluarga saya. Misalnya rumah yang sekarang kami tempati saat ini. Yang menentukan kenapa memilih yang ini dan bukan yang lain, sepenuhnya ada di tangan mereka bertiga.  Saya hanya memberi gambaran lokasi, harga dan kemampuan keuangan yang ada. Selebihnya saya menuruti apa yang mereka kata. Rumusnya : asal mereka senang, saya bahagia. Jadi, meskipun rumah kami dari kantor jauhnya tak terkira, saya tetap tidak punya alasan untuk menderita.
Maka ketika saya mau beli mobil baru, ketiga-tiganya saya mintai pendapat. Sesuai kadar nalar masing-masing, berceritalah mereka sepuasnya. Anak-anak tentu saja tidak saya tanyai tentang spesifikasi teknis. Kepada mereka berdua saya hanya minta pendapat mengenai hal-hal sederhana, seperti soal pilihan warna misalnya.  

Yang ingin saya ceritakan di sini sebetulnya bukan soal mobil. Saya ingin menulis tentang suasana kebatinan dalam keluarga saya ketika ada rencana beli mobil baru. Perbincangan pagi itu sungguh berpengaruh bagi kejiwaan istri dan anak-anak saya. Saya menangkap kegembiraan yang terpancar di wajah-wajah mereka. Raut muka istri cerah. Senyumnya merekah. Bahkan saya dengar sesuatu yang belum pernah saya alami sebelumnya : istri mencuci piring sambil bernyanyi-nyanyi.

Begitu juga dengan anak-anak. Saya lihat si sulung begitu bersemangat dalam beraktivitas. Di kamar tidur yang sekaligus berfungsi sebagai ruang belajar itu, saya lihat dia antusias belajar. Sementara si bungsu juga tak kalah semangatnya. Matanya berbinar-binar ceria. Saya tidak tahu pasti apa yang ada di benak mereka. Tapi saya bisa merasakan, mereka begitu gembira.

Malam telah tiba. Anak-anak tidur lelap. Tapi istri belum bisa memejamkan mata. Malah dia mengajak saya ke ruang tengah. Membahas lebih rinci rencana-rencana. Meski baru rencana, kegembiraan sudah terlanjur datang menyelimuti kami semua. Tak dapat ditolak, harus diterima.

Begitulah dahsyatnya dampak sebuah berita gembira. Membayangkan kegembiraan adalah sebuah kegembiraan. Jadi, jika Anda ingin sering gembira, maka sering-seringlah  membayangkan rizki yang kira-kira bakal Anda terima ha ha ha.

0 comments:

Posting Komentar