Laman

Sabtu, 15 Desember 2012

RENOVASI RUMAH (2)

Begitulah. Hasil karya developer ini kami terima apa adanya. Penuh keikhlasan dan suka cita. Sama sekali tidak ada komplain. Tapi sikap “sok baik” saya ini bukanlah tanpa resiko. Resikonya, saya harus membereskan sendiri satu persatu masalah yang ada. Karena tidak ada perencanaan yang matang, proses pemberesan ini ternyata memakan waktu yang cukup lama. Penyebabnya tidak lain adalah keterbatasan dana, he he.

Karena itu, kami memilah-milah mana yang sangat penting mana yang kurang penting, mana yang harus segera mana yang bisa sambil jalan, dan seterusnya. Hasilnya renovasi rumah kami lakukan dalam tiga tahap, masing-masing dengan alasan tersendiri :  
Tahap 1, renovasi karena keterpaksaan
Tahap 2, renovasi karena kebutuhan
Tahap 3, renovasi karena kecelakaan

Renovasi karena keterpaksaan wajib hukumnya. Sebab bila tidak dilakukan, rumah tidak mungkin bisa ditempati. Ada tiga kegiatan utama pada tahap ini. Pertama, menggali sumur artesis baru. Sumur yang lama, standar developer, tidak memenuhi syarat untuk dapat air bersih karena faktor kedalaman. Kalaupun dilakukan pendalaman, posisinya tidak tepat. Jadi kami putuskan membuat baru. Alhamdulillah kami temukan ahli pengeboran terbaik di seantero Bandung. Kami selesaikan pembuatan sumur baru ini dalam waktu empat hari. Airnya jernih.

Kedua, membuat pagar. Kenapa pagar ? Karena rumah kami berhadapan langsung dengan jalan utama. Jalan besar ini lalu lintasnya cukup padat. Sementara anak bungsu kami masih kecil. Ini sangat bahaya. Kami tak mau ambil resiko. Tidak sampai satu minggu pagar selesai dibuat, sekalian dengan kanopi. Kami pakai sistem borongan, untuk menghindari ketidakpastian biaya dan pembengkakan anggaran he he. Soal kualitas, untuk sementara kami nomorduakan.

Ketiga, membuat dapur. Jangan Anda bayangkan sebuah tempat memasak yang luas lengkap dengan kitchen set segala. Yang saya sebut membuat dapur disini hanyalah mengkombinasikan bahan bangunan berupa batu-bata, semen, pasir dan keramik sebentuk meja yang menempel pada dinding.  Tingginya seukuran pinggang orang dewasa. Plus wastafel. Itu saja. Sebetulnya dapur yang standar sudah ada (maksudnya yang sudah include dalam pembelian rumah). Karena posisinya tidak sesuai dengan keinginan kami, maka kami pindahkan ke belakang.

Usai renovasi tahap pertama, saya langsung memboyong istri dan anak-anak ke rumah ini. Tak membuang waktu, kami segera mengurus kepindahan dari Semarang. Atas bantuan Pak Yudi (Ketua RT) dan Pak Witono (Ketua RW) serta Bu Ratna (pegawai kecamatan yang juga tetangga kami) sekarang kami sudah ber-KTP dan ber-KK di tempat baru. Lengkap sudah legalitas keberadaan kami di Bandung ini, he he.

Ketika tamu-tamu dari keluarga dekat datang silih-berganti dan anak-anak mulai tumbuh besar, maka munculah kebutuhan renovasi tahap selanjutnya. “Sekali dua kali sih tidak apa-apa, tapi lama-lama tidak enak melihat ada yang tidur di ruang tamu”, kata saya kepada istri. Maka pada tahap ini kami menambahkan kamar dan merubah posisi dapur. Lho apa urusannya dengan dapur ? Ya, karena penambahan kamar itu berdampak pada perubahan posisi dapur. Tapi renovasi yang ini betul-betul karena kebutuhan, sehingga para ahli desain interior rumah atau arsitek barangkali akan terkekeh-kekeh melihat rumah kami. Pasalnya ruangan dalam rumah sama sekali tidak memenuhi standar keindahan. Saya sendiri geli, ini interior mirip sarang tawon, ha ha ha

Saat ini kami akan mengerjakan renovasi tahap tiga, karena kecelakaan. Bagaimana bisa terjadi ? Begini ceritanya. Di bagian belakang rumah kami terdapat taman. Tapi tunggu dulu, jangan bayangkan taman ini sebuah tempat indah, penuh dengan bunga dan tanaman cantik, terus ada tebing, kolam dan air mancurnya. Yang saya sebut taman disini hanyalah sepetak tanah kosong. Kenapa kami sebut taman, karena kami baca di brosur promosi, pada tanah kosong di belakang ditulisnya “taman”. Pada saat kami menambahkan  kamar sarang tawon tadi, rupanya ada masalah dalam pembuangan air. Mungkin karena waktu itu musim kemarau, jadi tidak terdeteksi. Nah, ketika curah hujan sangat tinggi, “taman” tersebut tidak mampu menampung limpahan air hujan dari atap. Akibatnya, seperti terjadi pada tanggal 4 Desember 2012 lalu, air yang berasal dari “taman” ini mengaliri sekujur lantai rumah kami.

Tak perlu diuraikan kerepotan yang kami alami. Kami juga menjual barang-barang bernilai dengan harga murah karena basah. Tapi kami tidak punya dana segar yang cukup untuk kebutuhan renovasi kali ini. Tanpa pikir panjang, kami mencoba membujuk Bank Syariah Mandiri (BSM) untuk menjadi sponsor tunggal kegiatan ini he he he.

0 comments:

Posting Komentar