Begitulah. Hasil karya developer ini kami terima apa adanya. Penuh keikhlasan dan suka cita. Sama sekali tidak ada komplain. Tapi
sikap “sok baik” saya ini bukanlah tanpa resiko. Resikonya, saya harus membereskan
sendiri satu persatu masalah yang ada. Karena tidak ada perencanaan yang
matang, proses pemberesan ini ternyata memakan waktu yang cukup lama. Penyebabnya tidak lain adalah keterbatasan dana, he he.
Karena itu, kami
memilah-milah mana yang sangat penting mana yang kurang penting, mana yang
harus segera mana yang bisa sambil jalan, dan seterusnya. Hasilnya renovasi
rumah kami lakukan dalam tiga tahap, masing-masing dengan alasan tersendiri :
Tahap 1, renovasi
karena keterpaksaan
Tahap 2, renovasi
karena kebutuhan
Tahap 3, renovasi
karena kecelakaan
Renovasi karena
keterpaksaan wajib hukumnya. Sebab bila tidak dilakukan, rumah tidak
mungkin bisa ditempati. Ada tiga kegiatan utama pada tahap ini. Pertama,
menggali sumur artesis baru. Sumur yang lama, standar developer, tidak memenuhi
syarat untuk dapat air bersih karena faktor kedalaman. Kalaupun dilakukan
pendalaman, posisinya tidak tepat. Jadi kami putuskan membuat baru. Alhamdulillah
kami temukan ahli pengeboran terbaik di seantero Bandung. Kami selesaikan
pembuatan sumur baru ini dalam waktu empat hari. Airnya jernih.
Kedua, membuat pagar.
Kenapa pagar ? Karena rumah kami berhadapan langsung dengan jalan utama. Jalan
besar ini lalu lintasnya cukup padat. Sementara anak bungsu kami masih kecil.
Ini sangat bahaya. Kami tak mau ambil resiko. Tidak sampai satu minggu pagar
selesai dibuat, sekalian dengan kanopi. Kami pakai sistem borongan, untuk
menghindari ketidakpastian biaya dan pembengkakan anggaran he he. Soal
kualitas, untuk sementara kami nomorduakan.
Ketiga, membuat dapur.
Jangan Anda bayangkan sebuah tempat memasak yang luas lengkap dengan kitchen set segala. Yang saya sebut membuat
dapur disini hanyalah mengkombinasikan bahan bangunan berupa batu-bata, semen,
pasir dan keramik sebentuk meja yang menempel pada dinding. Tingginya seukuran pinggang orang dewasa. Plus
wastafel. Itu saja. Sebetulnya dapur yang standar sudah ada (maksudnya yang sudah include dalam pembelian rumah). Karena posisinya tidak sesuai dengan keinginan kami, maka kami pindahkan ke belakang.
Usai renovasi tahap pertama, saya langsung memboyong istri dan anak-anak ke rumah ini. Tak membuang waktu, kami segera mengurus kepindahan dari Semarang. Atas bantuan Pak Yudi (Ketua RT) dan Pak Witono (Ketua RW) serta Bu Ratna (pegawai kecamatan yang juga tetangga kami) sekarang kami sudah ber-KTP dan ber-KK di tempat baru. Lengkap sudah legalitas keberadaan kami di Bandung ini, he he.
Usai renovasi tahap pertama, saya langsung memboyong istri dan anak-anak ke rumah ini. Tak membuang waktu, kami segera mengurus kepindahan dari Semarang. Atas bantuan Pak Yudi (Ketua RT) dan Pak Witono (Ketua RW) serta Bu Ratna (pegawai kecamatan yang juga tetangga kami) sekarang kami sudah ber-KTP dan ber-KK di tempat baru. Lengkap sudah legalitas keberadaan kami di Bandung ini, he he.
Ketika tamu-tamu dari
keluarga dekat datang silih-berganti dan anak-anak mulai tumbuh besar, maka
munculah kebutuhan renovasi tahap selanjutnya. “Sekali dua kali sih tidak
apa-apa, tapi lama-lama tidak enak melihat ada yang tidur di ruang tamu”, kata
saya kepada istri. Maka pada tahap ini kami menambahkan kamar dan merubah
posisi dapur. Lho apa urusannya dengan dapur ? Ya, karena penambahan kamar itu
berdampak pada perubahan posisi dapur. Tapi renovasi yang ini betul-betul
karena kebutuhan, sehingga para ahli desain interior rumah atau arsitek
barangkali akan terkekeh-kekeh melihat rumah kami. Pasalnya ruangan dalam rumah
sama sekali tidak memenuhi standar keindahan. Saya sendiri geli, ini interior
mirip sarang tawon, ha ha ha
Saat ini kami akan mengerjakan
renovasi tahap tiga, karena kecelakaan. Bagaimana bisa terjadi ? Begini
ceritanya. Di bagian belakang rumah kami terdapat taman. Tapi tunggu dulu, jangan
bayangkan taman ini sebuah tempat indah, penuh dengan bunga dan tanaman cantik,
terus ada tebing, kolam dan air mancurnya. Yang saya sebut taman disini
hanyalah sepetak tanah kosong. Kenapa kami sebut taman, karena kami baca di brosur
promosi, pada tanah kosong di belakang ditulisnya “taman”. Pada saat kami menambahkan
kamar sarang tawon tadi, rupanya ada
masalah dalam pembuangan air. Mungkin karena waktu itu musim kemarau, jadi
tidak terdeteksi. Nah, ketika curah hujan sangat tinggi, “taman” tersebut tidak
mampu menampung limpahan air hujan dari atap. Akibatnya, seperti terjadi pada
tanggal 4 Desember 2012 lalu, air yang berasal dari “taman” ini mengaliri
sekujur lantai rumah kami.
Tak perlu diuraikan
kerepotan yang kami alami. Kami juga menjual barang-barang bernilai dengan harga murah
karena basah. Tapi kami tidak punya dana segar yang cukup untuk kebutuhan renovasi kali ini. Tanpa pikir panjang, kami mencoba membujuk Bank Syariah
Mandiri (BSM) untuk menjadi sponsor tunggal kegiatan ini he he he.
0 comments:
Posting Komentar