Rumah yang masih asli (belum renovasi) |
Sejak awal sudah kami sadari. Rumah in belum benar-benar siap huni. Saya lebih suka menyebutnya "rumah dengan penghuni siap” he he. Artinya si penghuni harus siap apa saja. Termasuk siap untuk merenovasi. Hanya dengan renovasi, rumah ini dapat berfungsi optimal sebagai tempat tinggal. Tapi keputusan membeli rumah tetaplah jauh lebih baik dibanding alternatif lain, seperti tinggal di rumah mertua misalnya. Dengan modal finansial yang ada saat itu, inilah pilihan terbaik yang bisa kami peroleh. Jadilah kami memiliki rumah sederhana yang siap renovasi di pinggiran Bandung.
Pada saat transaksi jual-beli, rumah
ini belum jadi. Masih berupa tanah kavling. Tidak masalah. Justru kami senang, karena
kondisi seperti itu memungkinkan kami bisa mengikuti proses dari awal. Meski baru berupa sepetak tanah, daya tariknya sungguh luar biasa.
Beberapa kali kami menengok tanah kavling itu. Kadang sendiri kadang bersama
keluarga.
Daya tariknya semakin menjadi-jadi,
ketika pondasi mulai dibuat. Kamipun semakin sering bertandang. Bahkan
terkadang lupa waktu. Hingga pernah kami datang malam-malam. Hanya untuk membayangkan
bagaimana rasanya tinggal di sini pada malam hari. Maka tatkala pekerjaan hampir selesai, hati ini deg-degan dibuatnya. Seperti menanti kelahiran anak
pertama. Tegang. Tapi juga senang.
Rupanya developer mengerti kecemasan
kami. Begitu rumah selesai dibangun, kontan mereka menelpon kami. Terjadilah serah terima kunci besoknya. “Kalau ada yang kurang-kurang,
silahkan komplain”, kata developer mengakhiri perjumpaan.
Sebetulnya ada beberapa bahan komplain.
Mulai dari masalah stop contact yang mudah lepas hingga standar kedalaman pasokan air yang cuma sekian meter (sehingga kurang jernih). Sebagai pembeli, saya punya hak untuk komplain. Dan memang diberi kesempatan. Tapi karena merasa tidak enak (tidak ingin merepotkan orang lain he he), sampai batas waktu terakhir kesempatan tersebut tidak pernah kami gunakan. [bersambung]
0 comments:
Posting Komentar