Laman

Rabu, 12 Desember 2012

ISTRI SAKIT PINGGANG

Sore itu, sekitar pukul delapan, adalah awal sebuah peristiwa. Istriku mengangkat barang yang dia kira ringan. Padahal sejatinya berat. Perlu dua orang dewasa untuk memindahkannya saja. Maka yang terjadi, terjadilah. ‘Gedubrak!!’. Dia jatuh terpelanting dan meraung kesakitan. Sambil memegangi pinggangnya, dia berusaha bangkit. Terhuyung-huyung. Aku dan anak-anak yang sedang nonton TV segera menolongnya. Kami mengangkatnya ke tempat tidur.

Aku berusaha membantu meredakan rasa sakit pinggangnya. Aku olesi dengan counterpain. Sebentar aku pijit pelan-pelan.
“Aku bukan ahli di bidang ini, takut salah pijit, nanti malah bahaya”, kataku.
Dia mengangguk paham.
Kutawari periksa ke dokter atau rumah sakit, dia menggelengkan kepala.
“Gak usah, besok saja kita lihat. Ini sudah agak mending”, katanya setelah mendapat “terapi” oles-pijit dariku.
Tak berapa lama, hanya kesunyian yang menyelimuti kami. Istriku tertidur pulas.

Aku sendiri tidak bisa tidur nyenyak. Sesekali kupandangi raut muka istriku. Aku melihat ada kelelahan di wajahnya. Setiap kali memandang wajahnya, saat itu pula aku dirundung rasa bersalah. "Dia bekerja terlalu keras, untuk mengurus aku dan anak-anak", kataku dalam hati. Mataku mulai berkaca-kaca………….

Tak cuma rasa kasihan, aku membayangkan apa yang terjadi besok. Pagi-pagi aku harus menyiapkan sarapan. Menyiapkan seragam anak-anak. Mengantar anak ke sekolah dan menjemputnya. Mencuci baju. Menyeterika. Menyapu. Mengepel. Beres-beres rumah. Nyuci piring, sendok dan perabotan lain. Belum termasuk bila waktunya membayar iuran ke Bu RT, membeli pulsa listrik, aqua galon, gas elpiji dan segala macam thethek-bengek keperluan rumah.

Tidak cukup sampai disitu, aku juga membayangkan bagaimana kalau sakitnya tambah parah. Harus mendekam di rumah sakit untuk beberapa lama. Pulangnya masih digendong, karena tidak bisa jalan sendiri. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang belum bisa mandiri ? Mereka masih membutuhkan banyak bantuan, bahkan untuk hal sederhana seperti makan dan berpakaian.

Tapi syukurlah, bayanganku tidak menjadi nyata. Pagi ini istriku bangun seperti biasa, seolah tak pernah terjadi apa-apa.
“Cuma sakit dikit, hampir gak terasa. Biarin aja, nanti juga sembuh sendiri”, katanya sambil menyiapkan sarapan buat kami bertiga.

0 comments:

Posting Komentar