Laman

Kamis, 16 Juli 2009

YESTERDAY ONCE MORE

Dulu saya pernah punya hobi yang mengasyikkan sekaligus memalukan. Mengasyikkan karena saya begitu menikmatinya sehingga terkadang lupa waktu. Memalukan karena setelah hobi itu tidak saya geluti lagi, beberapa tahun kemudian saya sering didera perasaan malu bila mengenangnya.

Berkirim dan menerima surat alias korespondensi nampaknya telah menjadi bagian dari hidup saya saat itu. Ada kebahagiaan tersendiri ketika mengirim, apalagi menerima, surat. Menulis surat adalah pekerjaan yang menantang. Menulis surat berarti merangkai kata-kata menjadi kalimat. Menyusun kalimat-kalimat menjadi paragraf. Diadalamnya ada unsur pemilihan dan pemilahan. Mana kata atau kalimat yang cocok. Mana yang sesuai dengan selera. Ada pula unsur keindahan, setidaknya bagi penulis surat sendiri. Disinilah rupanya letak kenikmatan (dan keasyikan) menulis surat. Pekerjaan ini sungguhpun nampaknya sederhana, tapi perlu energi yang lumayan juga. Ia memerlukan konsentrasi dan kondisi fisik yang cukup prima.

Sungguh senang rasanya manakala begitu bangun pagi, setumpuk surat berjejer di atas meja. Tak terlalu penting surat itu dari siapa, karena setiap surat yang masuk bagi saya selalu penting. Karena itulah pengirim surat tadi pasti orang penting di mata saya. Sama seperti ketika menulis surat, membaca surat bagi saya merupakan pekerjaan menantang juga. Disitu saya merasa bagai guru menghadapi murid atau dokter menghadapi pasien. Serupa dengan ahli psikologi, dengan membaca surat saya merasa lebih bisa memahami perasaan dan faktor-faktor kejiwaan lainnya dari si pengirim. Bahkan kadang-kadang saya lebih bisa mengenal siapa dia sesungguhnya dari pada “menggaulinya” dalam waktu yang lama. Juga, karakter manusia yang begitu berbeda dari masing-masing sipengirim menempatkan posisi surat sebagai miniatur makhluk sempurna yang dikenal dengan sebutan umat manusia itu. Membaca surat sama asyiknya dengan menulis surat.

Satu hal lagi, dengan menulis surat saya merdeka. Saya bebas nenuangkan apa saja tanpa rasa takut ditangkap.

Kini di jaman serba elektronis dan cepat ini, kadang-kadang saya merindukan kembali ke “jaman batu”, berkorespodensi melalui surat.

0 comments:

Posting Komentar