Laman

Senin, 17 Agustus 2009

MAKNA AGUSTUSAN MENURUT PAK HABIB

Pak Habib Kuncoro, sesepuh RW XIII, malam kemarin berpenampilan istimewa. Lelaki berusia 60 tahun yang biasanya mengenakan baju koko tua dan sarung yang sudah tidak cerah lagi warnanya ini tampil ngejreng. Berkemeja batik coklat tua dipadu dengan celana gelap. Setrikaannya setajam pisau buatan Korea. Diterangi lampu mercury, busana yang dikenakan beliau dari kejauhan kelihatan berkilat-kilat. Malam ini memang agak penting : malam puncak peringatan 17 Agustus di RW XIII Kelurahan Padangsari Banyumanik.

“Memperingati 17 Agustus berarti mengenang orang yang sudah mati”, demikian kata Pak Habib di sela-sela ceramahnya. Suasana tiba-tiba hening. Orang-orang menarik nafas dalam-dalam, menanti uraian lebih lanjut.

“Kalau kita susah belajar dari orang hidup, lebih baik kita belajar kepada orang mati”. Saya tambah penasaran, apa yang akan beliau katakan berikutnya. Saya hanya teringat alasan kenapa Gus Dur sering mengunjungi kuburan, karena katanya orang mati sudah tidak punya kepentingan.

“Mereka yang mati itu gugur sebagai pahlawan. Mereka berjuang dengan segala yang mereka punya. Mempertaruhkan harta, darah dan nyawa. Berjuang dengan seluruh jiwa dan raga. Tanpa Pamrih. Berjuang tanpa pamrih inilah yang paling utama harus kita teladani. Ini menjadi penting khususnya untuk kondisi bangsa saat ini”. Lantas beliau menguraikan carut-marutnya kondisi sosial dan perpolitikan nasional yang sarat dengan tarik-menarik kepentingan. Beliau sendiri tadinya juga terlibat dalam kegiatan suatu partai politik. Entah kenapa belakangan ini sepertinya sudah menarik diri.

“Mereka para pahlawan itu tidak berpikir tentang kedudukan pribadi. Atau jabatan pribadi. Mereka berjuang semata-mata untuk kepentingan masyarakat banyak.” Beliau membandingkan dengan kondisi saat ini, dengan memberi contoh kasus-kasus korupsi yang kian merajalela.

“Tadi, baru saja kita menyaksikan pembagian hadiah bagi para pemenang pertandingan olah raga. Saya mengucapkan selamat, baik kepada yang menang maupun yang kalah. Ini mengajari kita pentingnya sportivitas dalam kehidupan.” Beliau menguraikan perlunya hidup sportif seraya menyebutkan beberapa best practice dalam pilleg dan pilpres kemarin. Beliau juga mengkaitkan dengan ujian masuk sekolah dan perguruan tinggi. Dan juga dalam hal mencari pekerjaan dan mengejar karir jabatan.

“Setelah ini kita akan tirakatan di masing-masing RT. Ini tradisi yang baik dan perlu dilestarikan. Saya tidak melihat ada hal yang lebih baik dari tirakatan ini, selain silaturahmi antar warga RT. Saya harap seluruh warga saling kenal. Dengan begitu kita bisa saling asah, saling asih dan saling asuh diantara sesama warga di lingkungan kita. Dengan begitu juga, tidak ada celah bagi teroris masuk ke wilayah kita”. Beliau mengakhiri ceramahnya dengan salam dan pekik perjuangan : merdeka !

Demikianlah potongan ceramah Pak Habib pada malam tanggal 17 Agustus 2009 kemarin. Merdeka !

0 comments:

Posting Komentar